Sabtu, 26 Mei 2012

دنيا سمير غانم


فرق السن 
فرق السن ما بينى وبينك جايز يبقي كتير 
بس انا شايفه في عينى وعينك حلم وحب كبير 
فرق السن ما بينى وبينك جايز يبقي كتير 
بس انا شايفه في عينى وعينك حلم وحب كبير 
شايفة طريقي حب حقيقي حاسة بأنك سكة عمري وحبك ليا مصير 
شايفة طريقي حب حقيقي حاسة بأنك سكة عمري وحبك ليا مصير 
فرق السن ما بينى وبينك جايز يبقي كتير 
بس انا شايفه في عينى وعينك حلم وحب كبير 
اجمل حلم لقلب في سني 
قلب حنين أكبر مني 
اجمل حلم لقلب في سني 
قلب حنين أكبر مني 
مهما يقول عليك أو عني 
انت حبيبي 
انت حبيبي 
أنت حبيبي بدون تفكير 
فرق السن 
أول حب يمر في عمري 
غصب عني مكنش بأمري 
أول حب يمر في عمري 
غصب عني مكنش بأمري 
غير قلبي وصحا مشاعري 
آه يا حبيبي 
آه يا حبيبي 
آه يا حبيبي بدوب وبغير 
فرق السن ما بينى وبينك جايز يبقي كتير 
بس انا شايفه في عينى وعينك حلم وحب كبير 
شايفة طريقي حب حقيقي حاسة بأنك سكة عمري وحبك ليا مصير 
شايفة طريقي حب حقيقي حاسة بأنك سكة عمري وحبك ليا مصير

Tugas Terjemah


Dan ciri-ciri kelayakan yang harus dipertimbangkan adalah kekuatan hati dan kecerdasan
Jika sesuatu yang baik di pandangan, maka kelangsungan hidup akan jauh dari kesengsaraan

Dan sebaik-baik jual beli adalah memotong jarak permintaan. Orang yang meminta minyak misik, misalnya, dari bahan asalnya maka butuh perjalanan yang jauh dan bisa beresiko. Kapan dia bisa menjualnya maka dia selamat dari bahaya dan dia juga tidak mengeluarkan biaya perjalanan. Rasulullah saw. bersabda, “sebaik-baiknya sesuatu adalah pasar yang didalamnya ditemukan banyak kebutuhan”. Pasar adalah penutup kebutuhan orang-orang miskin dimana mereka hidup sepanjang hayat mereka di bawah tirai usaha mereka. Kemudian berjualan itu ada tiga: tawar menawar (musawamah), menguasakan (tauliyah) dan saling ambil untung (murabahah). Musawamah lebih cocok dengan masyarakat umum sedangkan tauliyah dan murabahah lebih cocok dengan orang-orang tertentu. Musawamah adalah jual-beli dimana penjual dan pembeli mengadakan tawar menawar. Sedangkan murabahah dan tauliyah dibangun atas dasar saling percaya serta terbayarnya hutang. Tauliyah adalah menjual dengan harta pertama tanpa ada tambahan dan penguarangan. Sedangkan murabahah adalah menjual didasarkan atas harga pertama dengan disertai ambil untung. Kedunya dibangun atas kejujuran dalam memberi tahu  bahwa dia membeli dengan sekian, dan ini adalah hal yang besar. Karena hawa nafsu seringkali membawanya pada penambahan dan hutang dan ia adalah akibat yang mencegahnya dari berbuat khianat. Ia berada diantara dua kubu, salah satunya adalah kubu syetan dan kubu yang lain adalah kubu yang maha Penyayang. Agama dan akal danal kbu dzat yang maha Penyayang. Sementara hawa nafsu adalah kubu syetan, dan peperangan seringkali terjadi antara kedua kubu, dimana Anda kemenangan silih berganti. Hari ini berpihak pada Anda dan mungkin bisa berbalik arah. Maka barang siapa yang ikhlas hatinya maka sesungguhnya Allah menolongnya dan ditolong atas musuhnya.
Diceritakan bahwa ada orang yang bekerja sama dengan Abu Hanifah dalam menjual khizba’ satu pakai dengan akad murabahah dengan menambah seperenam dirham dari modal awal. Abu Hanifah ra. mengetahuinya  dan diapun pergi ke Bashrah dan memberitahu pembeli tentang harga belinya. Diantara kemurahan Allah swt kepada hamba-hambaNya adalah menggantungkan kebutuhan mereka dan semua kemaslahatan mereka dengan sesuatu yang pada dzatnya tidak ada sesuatu dari kebaikan kekekalan yaitu emas dan perak yang tidak berhubungan dengan kebaikan kekekalan. Karena kekekalan ada pada makanan, minuman dan pakaian. Dan tidak bisa didapatkan dengan emas perak itu sendiri sesuatu dari kebaikan-kebaikan ini. orang yang membeli membeli apa yang terdapat kekekalan di dalamnya dan dia membayar dengan sesuatu yang tidak berhubungannya dengannya kekekalannya. Dan Allah rela pada penjual dengan hal tersebut. Maha suci Allah yang maha pemurah dan yang pengasih yang membayarkan kebutuhan hambanya dengan kebutuhan hamba yang lain dan menegakkan kebaikan dengan sesuatu yang tidak pantas pada kebaikan pada dirinya sendiri. Penjual berusaha untuk mengambil sesuatu yang tidak abadi dan memberikan apa yang abadi dari makanan, minuman dan pakaian. Kemudian pokok pembicaraan bagi pedagang dalam perniagaan mereka adalah pengharapan. Dia mendapatkan banyak lapa dengan banyaknya harapan. Jika harapan sedikit maka hasilnya pun juga sedikit, dan harapan itu tidaklah dibuat oleh seseorang. Karena ia adalah dengan kemurahan Allah swt. yaitu tampaknya rasa senang pada apa yang dikehendakiNya dari sesuatu dari orang yang dikehendakiNya. Maka siapa yang diperbaiki pandangannya dan luas pikirannya maka dia akan melihat dengan hatinya bahwa segala urusan itu adalah ada pada Allah. Allah melahirkan dalam hati keinginan-keinginan dan menyampaikan pada hambaNya nikat dan melaksanakan hukum dan menampakkan pembagian.
Diceritakan bahwa ada dua orang yang menghadiri majlis Sulaiman kemudian datang Azrail dan dia melihat wajah keduanya. Kemudian dia berkata, “wahai Rasulullah, aneh… aneh… saya diperintahkan untuk mencabut nyawa salah satu dua orang ini di Timur dan satunya di Barat. Dan saya melhat keduanya hadir di dekatmu. Kemudian salah satunya berkata, “wahai Nabi Allah sesungguhnya saya mempunyai ibu di timur dan saya ingin mengunjunginya tapi saya tidak mempunyai apa  yang saya nafkahkan atas diri saya sendiri dalam perjalanan. Maka perintahkanlah angin agar membawa saya ke timur”. Kemudian yang lain berkata juga, ‘wahai nabi Allah sesungguhnya saya punya tanggungan kepada seseorang di barat akan tetapi saya tidak mempunyai bekal perjalan, maka perintahkanlah angin agar membawa saya ke barat”. Kemudian Sulaiman memerintahkan angin agar membawa satu satunya ke timur dan yang satu lagi ke barat. Anginpun kemudian melakukannya. Kemudian ‘Azrail memanjangkan tangannya dan mencabut ruh salah satu dari keduanya di timur dan yang lain di barat. Begitulah perniagaan membawa salah satu pembawa yang berat dan menempuh banyak tempat di timur untuk sampai ke timur pada yang dituju dan barang begitu pula. Maka perjalanan bagi setiap pedagang adalah berniat dengan dagangannya untuk mengisi kosongnya hati pembeli dari kebutuhannya, agar ia mendapatkan ruh ibadah. Pembeli adalah teman sejati penjual dalam mendapatkan pahala dengan ibadahnya dan dia mengambil harta untuk membeli dengannya seperti apa yang dijualnya untuk mendapatkan kesinambungan atas apa yang dimaksud dalam perniagaannya. Pedagang ini Allah berikan untung padanya, maka barang siapa yang tidak berniat dalam dagangannya kecuali harga dan untung dalam hartanya maka tidak ada baginya kecuali kerugian di akhirat meski sebenarnya dia adanya tambahan sekarang.
Adapun kebaikan dalam pengharam riba maka kami katakan, Allah swt seperti halnya Dia memberikan nikmat kepada kita dengan dihalalkannya jual beli, Dia mengharamkan riba atas diri kita. Allah swt berfirman (artinya), (dan Dia mengharamkan riba) riba adalah tambahan dan mengganti yang menuntut persamaan. Yang menuntut pada persamaan maka mengakibatkan haramnya tambahan. Karena setiap orang yang berakal menjauhi kerugian, karena tambahan dapat diketahui jika persamaan diketahui. Karena tambahan atas dua yang sama adalah tambahan. Tambahan dapat diketahui dalam harta yang sama. Persamaan dalam ukuran syar’individu dengan gugurnya dengan menghitung kebaikan, seperti sabda Rasulullah saw. dalam harta riba, “baik dan buruknya sama”. Adapun harta yang tidak sama seperti hewan, pakaian, rumah, benda-benda perabotan maka tidak ada riba di dalammnya. Karena kecenderunganmanusia berbeda dalam barang-barang, maka tidak tampak tambahan, karena dia jika membeli barang yang seharga sepuluh para yang lain dengan lima belas, maka dia menanggung lima sebagai tambahan atas tambahan kecenderungannya baginay pada benda tersebut karena tambahan kebaikan padanya, sehingga tidak terjadi tambahan.
Kemudian kebaikan dalam pengharaman riba. Bahwa dalam pengambilan keuntungan dari saudaranya adalah meninggalkan kasih saya kepada sesama dan kepada saudara senasab dan agama. Jika dia mengambil tambahan maka sebenarnya dia telah berpaling dari kasih sayang. oleh karena itu tidak halal tambahan ini meskipun orang yang memberi itu rela. Karena dia rela dengan sesuatu yang sebenarnya tidak baik menurut akal. Karena memberikan sesuatu tanpa ganti bukan mengganti kerugian adalah baik menurut syara’, akan tetapi memberi dalam mengganti kerugian adalah tambahan yang tidak ada gantinya sama sekali. Ini tidak baik dan haram.
Kemudian semua yang kami sebutkan dari kebaikan jual beli mengharuskan menetapkan keburukan dalam riba, karena di dalamnya tidak ada pertolongan terhadap saudaranya muslim dan tidak memendekkan perjalanan dan memangkas biaya, karena dengan mengambil tambahan maka dapat diketahui bahwa dia tidak bermaksud dengan jual belinya pada seperti yang kami sebutkan.
Kemudian tidak akan menerima riba kecuali orang yang terdesak kebutuhannya. Maka semestinya dialah orang yang pantas dikasihani dan memandangnya dengan pandangan kasih sayang. Maka termasuk haknya dia bersedahkan kepadanya, kalau tidak bisa bersedekah maka setidaknya dia tidak mengambil tambahan. Maka pengambilan tambahan adalah puncak dari hilangnya kasih sayang dan puncaknya dalam menampakkan kecintaan pada harta. Ini jelas tidak pantas bagi orang yang jelas tidak abadi. Allah telah menyampaikan ancaman bagi orang yang memakan harta riba. Allah berfirman, (artinya) orang0orang yang memakan riba mereka tidaklah berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang ditimpakan sesuatu yang menyakitkan oleh syetan dari kegilaan. Rasulullah bersabda, “dikatakan pada orang yang memakan harta riba pada hari kiamat, dan di tangan mereka tombak dari neraka, Allah memerangimu wahai musuh Allah”. Allah berfirman, (artinya) wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba” jika jual beli mengandung kebaikan seperti yang telah kami sebutkan dan kejelakan yang ada dalam riba, maka wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui mana yang jual beli dan mana yang riba, agar supaya bisa melakukan jual dan menghindari riba. Muhammad telah mengarang sebuah buku jual beli dan menamainya dengan nama kitab zuhud dan menamai kitabnya dengan buyu’ karena ia adalah halal sedangkan riba yang haram untuk memperbaiki dalam ibadah, dan oleh karena umumnya masalah yang ada dalam kitab dari adalah jual beli, sehingga dinamai dengan pembahasan tersebut. Seperti halnya menjaga diri dari perkara riba, maka hendaknya menjaga diri dari hal yang menyerupai riba.
Diceritakan bahwa seorang laki-laki menjual kelinci dengan satu dirham untuk menafkahi diri dan keluarganya kemudian dia bersedekah kepada orang fakir dan datang kepada keluarganya dan dia sabat atas kefakirannya, sampai Allah memberinya satu dirham yang lain, kemudian laki-laki tersebut membeli ikan dengan satu dirham tersebut, ketika ikan tersebut dibelah perutnya maka dia menemukan benda yang aneh di dalamnya dan dia menjualnya dengan harga Sembilan puluh ribu dinar. Maka barang siapa yang berjanji kepada Allah maka Allah yang akan memberinya untung. Rasulullah bersabda, “bahwa sedekah sembunyi-sembunyi memadamkan murka Tuhan”. Dan harta apa yang lebih besar barokahnya dari harta yang menyelamatkan yang mempunyai dari murka tuhannya. Wallahu a’lam.

Kitab Perdamaian
Tidak butuh pembahasan tentang kebaikan bab yang namanya sulh (perdamaian/kebaikan) ini. Allah swt berfirman (artinya), perdamaian itu adalah baik. Sulh seperti namanya adalah untuk memperbaiki atau mendamaikan. Setiap upaya memperbaiki adalah baik, akan tetapi khusus untuk nama sulh menunjukkan pada kerusakan yang terjadi andai kata tidak ada sulh. Atau kerusakan akan terjadi kemudian ditolak oleh sulh. Allah berfirman (artinya), jika dua kelompok dari orang-orang yang beriman saling bunuh maka damaikanlah antara keduanya. Sulh lebih banyak terjadi dalam pertentangan dan pertentangan adalah sebab kerusakan. Sulh dapat menghilangkannya dan menghancurkannya. Sulh adalah untuk kebaikan. Dalam atsar banyak disebutkan, bahwa orang Arab saling berbangga dalam nasab mereka dan mereka saling bertentangan serta saling perang. Perang diantara mereka terjadi selama empat puh tahun. Sehingga tahun selama terjadinya perang tersebut disebut dengan tahun Fijar. Ini adalah peristiwa besar setelah peristiwa api Namrud terlaknat. Sebelum sejarah itu terdapat tahun Tufan dan sebelum itu terdapat sejarah diangkat Idris ke langit, sebelum itu adalah matinya Adam as. Kemudian setelah peristiwa tahun Fijar ini adalah sejarah tahun Gajah. Kemudian hijrahnya Rasulullah saw. ke Madinah dan seterusnya sesuai dengan kehendak Allah swt. Dan dengan sulh tertolaklah kerusakan semacam ini di antara hamba Allah swt.
Diceritakan bahwa terjadi fitnah pada suatu kabilah karena fitnah seorang anak. Sehingga berkecamuklah fitnah diantara mereka. Ada empat puluh ribu korban dan perdamaian memadamkan petaka ini, maka jadilah sulh itu adalah baik. Sulh ada dua. Bisa saja untuk pengakuan ataupun pengingkaran. Dan semuanya itu adalah baik. Adapun atas pengakuan maka ini sudah jelas, bahwa orang yang mengaku terhadap orang yang diakui dengan apa yang yang diakuinya maka dia tidak dituntut kecuali dengan menangguhkan pada kemudahan atau dimintakan ampun darinya dari semuanya atau dari sebagian dengan cara pemberian. Karena kerusakan dengan meninggalkan sulh adalah bahwa jika dia menuntutnya dengan semua haknya maka hal tersebut adalah sulit, karena terkadang dia membawanya ketetapan tuntutan dan takutnya dipenjara atau pengingkaran maka rusak orang atasnya dengan mengingkari yang benar dengan orang yang memiliki kebenaran untuk menegakkan hujjah. Jika tidak ada maka hartanya akan musnah. Jika dia mempunyai bukti maka dia butuh untuk mengajukannya. Sedangkan pengajuan ke meja hijau adalah kesukaran dan kesulitan. Karena tidak semua saksi adil begitu pula tidak semua hakim adil. Jika dia berdamai dengan mengabaikan atau menurunkan dari sebagian haknya maka masing-masing menjadi tenang pada sahabatnya, dan padamlah api permusuhan sehingga sukseslah perdamaian. Adapun sulh dari pengingkaran maka orang yang diakui jika dia ingkar maka kerusakan mungkin terjadi dari dua sisi. Bahwa orang yang mengaku jika dia mendatangkan bukti dan orang yang didakwa membohonginya maka terjadilah permusuhan dan bergejolaklah fitnah antara orang yang didakwa dan yang diakui serta saksi. Maka dalam sulh terdapat menolak atau menetralisir fitnah ini. Jika hakim memutuskan maka orang yang didakwa menguga bahwa hakim cenderung pada orang yang mengaku dan terjadilah suap. Dalam dugaan ini jelas terdapat erusakan. Jika dia mengungkapkannya maka kerusakan mungkin terjadi antara dirinya dengan hakim. Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda, “tolaklah permusuhan agar mereka berdamai”. Karena memisahkan permusuhan dengan keputusan dapat mendatangkan dendam. Jika hakim tidak memutuskan maka harus menyumpah terdakwa, jika tidak menyumpah maka hakim memutus dengan tidak benar, maka bertambahkan kedengkian orang yang menolak pada hakim juga bertambah pula permusuhan. Jika terdakwa bersumpah, maka orang yang mengaku akan menuduhnya dengan sumpah palsu, dan kemudian dia tertimpa musibah pada dirinya atau hartanya, maka dikatakan bahwa itu adalah akibat dari sumpah palsunya. Jika dia berdamai maka kerusakan itu tidak akan terjadi, maka perdamaian atas pengingkaran jelas lebih baik dari perdamaian dengan pengakuan.
Diceritakan dari Abu Mansur al-Maturidi ra bahwa beliau berkata, orang yang tidak memperbolehkan perdamaian atas pengingkaran maka ia lebih buruk dari Iblis laknatullah. Dalam atsar disebutkan bahwa Usman bin Affan didakwa meka dia mengganti harta dan menerima perdamaian. Dan dia berkata, jika aku bersumpah kemudian musibah menimpaku, maka orang-orang berkata, bahwa dia bersumpah palsu. Maka memberikan harta tersebut adalah upaya menolak gonjang-ganjing orang. Umar bersumpah ketika dia didakwa, karena kalau beliau tidak bersumpah dan memberikan harta maka dikatakan bahwa dia berbohong dalam ingkarnya maka dia bersumpah untuk menjaga orang Islam dari praduga ini.

Kitab Pengakuan
Kebaikan dalam pengakuan ini adalah sebab untuk mengeluarkan yang punya tangan dari kerusakan haram. Karena pengakuan adalah permintaan dari orang yang mengaku terhadap pendeknya tangan dari apa yang wajib atasnya pendeknya yaitu menetapkan tangan atas hal tersebut yang terus menerus atas dosa. Jika dia mengakui atas dirinya harta maka dia dalam pengakuannya adalah yang memperlambat lagi dzalim. Jika ia berupa benda maka ia dalam pegangannya adalah orang yang menghashab yang menang. Jika ia berupa ladang  maka tujuh bumi menjadi kalungnya kelak pada hari kiamat, seperti sabda Rasulullah saw. barang siapa yang menghasab sejengkal tanah maka Allah swt mengalunginya dengan tujuh bumi pada hari kiamat.



Nastriah


أيهاس ان بعض الطمع فقر. وإن بعض اليأس غنى وانكم تجمعون مالا تأكلون وتأملون مالا تدركون وانتم مؤجلون فى دار غرور. كنتم علي عهد رسول لله  صلى الله عليه وسلم توخدون بالوحى, فمن اسر شيئا أخذ بعلانيته, فاضهروا لنا احسن اخلاقكم والله اعلمبالسرائر فانه من اظهر لنا شيئا وزعم ان سريرته حسنة لم نصدقه ومن اظهر لنا علانية حسنة ظننا به حسنا واعلموا ان بعض الشح شعبته من النفاق فانفقوا خيرا لانفسكم (ومن يوق شح نفسه فاولئك همالمفلحون) ايهاالناس اطيبوا مثواكم واصلحوا اموركم واتقواالله ربكم ولا تلبسوا نساكم القباطى فائنه ان لم يشفه فانه يصف , ايهاالناس انى لوددت ان انجو كفافا لالى ولا على وانى لارجو ان عمرت فيكم يسيرا او كسيرا ان اعمل بالحق ان شاءالله وان لا يبقى احد من المسلمين وان كان في بيته الا اتاه حقه ونصيبة من مال الله ولا يعمل اليه نفسه ولم ينصب اليه يوما واصلحوا اموالكم التى رزقكم الله. ولقليل في رفق خيرا من كثير في عنف والقتل حتف من الحتوف يصيب البر والفاجر , والشهيد من احتسب نفسه . واذا اراد احدكم بعيرا فليعمد الى الطويل العظيم فليضربه بعصاه فان وجده حديد الفؤاد فليشتره.

تكلم عمر رضي الله عنه فى هذه الخطبة فى عدة امور فقد اشار الى ان الوحى قد انقطع بموت رسول الله فلا سبيل معرفة الباطن  والسرائر الا بنا يظهره الانسان , وذم الشح ونهى عن تبرج النساء.

FENOMENA PUISI ARAB DARI SEGI USLUB, MAKNA, DAN IMAJINASI


FENOMENA PUISI ARAB
DARI SEGI
USLUB, MAKNA, DAN IMAJINASI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Puisi arab atau syi’ir arab adalah suatu kalimat yang sengaja disusun dengan menggunakan irama dan sajak yang mengungkapkan tentang khayalan dan imajinasi yang indah.
Sejarah kesusastraan telah mengungkapkan bahwasanya bangsa arab adalah sebua bangsa yang sangat gemar mengungkapkan sesuatu dengan syi’ir/ puisi, hal ini karena dipengaruhi oleh lingkungan hidup dan kehidupan mereka serta bahasa mereka yang puitis dan lisan mereka yang fasih.
Fenomena puisi arab bila ditinjau dari segi uslub, makna dan imajinasinya maka kita akan menemukan berbagai macam jenis puisi arab, yaitu pertama puisi arab pada masa Multazim/ Tradisional yang terikan dengan wazan dan qafiyah, kedua puisi arab Mursal/ Muthlaq yakni puisi yang hanya terikat dengan satuan irama dan taf’ilah, tetapi tidak terikat dengan aturan wazan dan qafiyah, dan  ketiga puisi arab Mantsur/ Puisi bebas yaitu puisi yang sama sekali tidak terika dengan aturan wazan dan qafiyah.
Pada pembahasan berikut ini, kami akan memaparkan sedikit tentang fenomena puisi arab bila ditinjau dari segi uslub, makna, dan imajinasinya. 
1.2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Fenomena Puisi Arab?
b.      Apa Macam-macam Puisi Arab?
c.       Apa Contoh Puisi Arab Melalui Uslub, Makna, dan Khayal/ imajinasi?

1.3  Tujuan
a.       Mengetahui Fenomena Puisi Arab?
b.      Mengetahui Macam-macam Puisi Arab?
c.       Mengetahui Contoh Puisi Arab Melalui Uslub, Makna, dan Khayal/ imajinasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fenomena Puisi Arab
Sejarah kesusastraan Arab telah mengungkapkan bahwa kebiasaan bangsa arab pada umumnya adalah senang mengumbar syi’ir, hal ini mereka anggap suatu kebiasaan yang bersifat tradisional karena dipengaruhi oleh lingkungan hidup dan kehidupan mereka serta bahasa mereka yang puitis serta lisan mereka yang fasih merupakan factor kuat untuk menolong mereka mereka dalam menggubah syi’ir.[1]
Puisi/ syi’ir Arab tidak timbul sekaligus dalam bentuk yang sempurna, tetapi sedikit demi sedikit berkembang menuju kesempurnaan , yaitu mulai dari bentuk ungkapan kata yang besar (Mursal) menuju sajak dan dari sajak menuju syi’ir yang berbahar Ramal, kemudian menuju syi’ir yang berbahar Rajaz. Mulai fase inilah syi’ir/ puisi Arab dikatakan sempurna, dan dalam tempo yang cukup lama syi’ir tersebut berkembang menjadi susunan kasidah yang terikat dengan aturan wazan dan qafiyah.[2]
Berikut ini beberapa masa sejarah perkembangan puisi Arab yang sangat fenomena:
A.    Zaman Jahiliyah
Pada zaman ini puisi berkisar pada persoalan-persoalan: Al-Madh (pujian), Al-Ghazal (rayuan), Al-Hijaa’ (ejekan), Al-Hikam wal Amtsaal (perumpamaan), Al-Hamaasah (semangat), Ar-Ritsaa’(bela sungkawa), Al-Fakhr (bangga), Al-Washaf (mensifati), dan Al-I’tidzar (berdalih).
B.     Zaman Permulaan Islam dan Pemerintahan Bani Umaiyah
Pada zaman ini puisi Arab digunakan pada:
a.       Penyebaran ‘Aqidah Islam, hokum-hukumnya, petunjuk-petunjuknya, dan berisi anjuran untuk mengikuti ajaran-ajarannya, terutama dimasa Nabi Muhammad dan Khulafaur Roshidin.
b.      Ajakan untuk berperang dan mensifati kejadian peperangan tersebut, terutama pada peperangan Nabi dan pengepungan beberapa kota serta penaklukannya.
c.       Al-Hijaa’ (ejekan), terutama untuk mempertahankan Islam, maka penyair-penyair Islam mengejek kepada orang-orang Musyrik. Seperti halnya penyair Islam Hassaan bin Tsabit mengejek kepada bangsa Quraisy dan keluarga Nabi sendiri dari Bani Abdi Manaf, karena mereka tidak mau mengikuti ajakan Nabi Muhammad demikian juga penyair-penyair yang lain seperti Al-Huthaiah, Jariir, Al-Farasdak dan Akhtal, mereka selalu menggubah syair yang tujuannya mengejek orang-orang Arab yang kafir.
d.      Al-Madh (pujian), terutama untuk mengokohkan dasar-dasar pemerintahan Islam dan mengagungkan kedudukan para khalifah serta para pemimpin pemerintahan mereka. 
C.    Zaman Pemerintahan Abbasyiah
Pada masa Abbasiyah syi’ir masih sangat popular, mereka menggunakan syiir untuk mengungkapkan keindahan, kesenian, lelucon, jenaka, senda gurau, dan bersenang-senang untuk memuaskan hawa nafsu, dan masih berkisar juga untuk tujuan rayuan dan ejekan.
Pada zaman inilah terciptanya perpaduan antara puisi Arab klasik dan puisi Arab modern, sehingga makna yang terkandung sangat halus dan khayalnya juga sangat indah.
D.    Masa Pemerintahan Turki (Th. 656 H-1220 H)
Setelah menginjak masa ini, syi’ir Arab tidak mengalami kemajuan, karena disebabkan para penguasa tidak mempunyai bakat dalam bersyair, namun sebagian penyair masih bersyair guna untuk merayu dan membujuk para raja serta untuk kebutuhan hiburan semata.
E.     Masa modern (sejak masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya)
Pada zaman modern para penyair menggunakan syi’ir pada tema persoalan-persoalan yang aktuil, nasionalisme, humanism, patriotism, dan mereka juga menggunakan syi’ir dalam tema pujian, membangkitkan semangat, dan kebanggaan. Tema ejekan, bela sungkawa, dan rayuan mulai jarang digunakan.
2.2 Macam-macam Puisi Arab
Jika puisi Arab ditinjau dari segi bentuk dan isinya, maka terbagi menjadi bermacam-macam, antara lain:
A.    Dari segi bentuknya:
a.       Puisi Multazim/ Tradisional
Puisi Tradisional adalah puisi yang masih terikat dengan aturan wazan qafiyah.
Seperti pada syi’ir Kasidah Imrul Qais:
قضانبك من ذكرى حبيب رمنزل
بسقط اللوى بين الدخول فحومل

b.      Puisi Mursal/ Mutlak
Puisi Mursal adalah puisi yang terikat dengan satuan irama atau ta’filah, dan tidak terikat oleh wazan dan qafiyah tertentu.
c.       Puisi Mantsur/ bebas
Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan wazan dan qafiah yang ada, tetapi masih terikat oleh satuan irama dan wazan khusus yang mirip dengan bentuk prosa yang bernilai sastra tinggi.
B.     Dari Segi Maknanya:
a.       Puisi Qashashi/ Epic Poetry
Yaitu puisi yang materinya menyebutkan tentang beberapa kejadian dan peristiwa yang ada dalam satu bentuk kisah, dengan disertai pembukuannya, pandangan-pandangan atau arahnya, dan diceritakan pula pelaku-pelakunya.
Contohnya seperti kisah “Ilyadzah Humirus bagi bangsa Yunani”
الياذة هو ميروس عند اليونا ن
b.      Puisi Tamsili/ Dramatic Poetry
Puisi Tamsili adalah puisi yang isinya melukiskan suatu kejadian atau kisah, dengan mengemukakan padangan-pandangan dan peranan-peranan yang dilakukan oleh para pelakunya, serta ditamppilkan didepan penonton. Biasanya dilakukan dengan cara bercakap-cakap atau berdialog antara para pelaku tersebut.
d.      Puisi Ghina-i/ Lirik Poetry
Yaitu penyairnya mensifati apa yang sedang terasa didalam hati, sanubarinya, dan apa yang terasa didalam jiwanya, baik gejolak tersebut berupa kesenangan, kebencian, kegembiraan, kesusahan, kemarahan maupun kerelaan
2.3 Contoh Puisi Arab Melalui Uslub, Makna, dan Khayal/ imajinasi
Dibawah ini merupakan beberapa contoh puisi Arab yang terkenal pada masanya. Pada bagian ini juga akan meninjau puisi Arab dari segi Uslub, Makna, dan Khayal/ makna.
A.    Puisi ciptaan Amru’ul Qais (penyair pada masa Jahiliyah)
وليل كموج البحر أرخى سدوله على بانواع الهموم ليبتلي
فقلت له لما تمطى بجوزه وأردف أعجازا وناء بككل
ألا أيها الليل الطويل ألا نجلى بصبح وما الاصباح منك بأمثل

            Artinya:  Beberapa malam bagaikan ombak lautan, menutup kelambunya yang pekat kepadaku secara berurutan dengan berbagai kesusahan dan mengujiku. Maka aku bertanya kepadanya, mengapa engkau memanjangkan pertengahan malam ini? Dan akupun mengikutimu sampai akhir malam untuk bangun dipagi hari. Perhatikan wahai malam yang panjang, tidakkah engkau menjadi terang untuk meninggalkan pagi hari, dan tidaklah terang dipagi hari melainkan menjadi hina di sisimu.
a.       Dari segi uslub
Dari segi uslub puisi Amrul Qais mencakup unsur tasybih tamsil di dalamnya, yaitu tasybih yang wajah syabahnya berupa gambaran yang dirangkai dari keadaan beberapa hal. Beliau menyerupakan malam dengan ombak laut, dan malam-malam itu menutupkan kelambunya desertai berbagai kesusahan dan penderitaan untuk menguji kesabaran dan kekuatan mentalnya.
b.      Dari segi makna
Sungguh malam yang gelap gulita telah mengelilingi aku kemudian aku menyempurnakan tutupan sehingga aku tidak melihat sedikitpun. Seoalah-olah terputusnya ombak laut yang besar lagi menakutkan. Ketika aku menutup penglihatan kedua mataku, maka aku merasakan kebimbangan dari berbagai arah tetapi aku harus sadar hal itu manandakan aku berlaku sabar.
c.       Dari segi khayal
Bahwasanya Amrul Qais mengajak pembaca untuk menyadari bahwasanya hidup ini selalu diberi ujian, dan solusi dalam menghadapinya adalah sabar.
B.     Puisi ciptaan Ka’ab bin Zuhaer (penyair pada masa permulaam Islam)
إن الرسولله يستضاء به مهند من سيوف الله مسلول
في عصبة من قريش قال قائلهم ببطن مكة لما أسلموا زولوا
زالوا فما زال أنكاس ولاكشف عند اللقاء ولاميل معازل
Artinya: sesungguhnya Rasulullah saw bagaikan pedang yang dibuat dari negeri India yang dapat memberikan cahaya di sekelilingnya, sehingga beliau diberi gelar dengan pedang yang dihunus. Di dalam suku Quraisy seorang ditanya kepada mereka, kenapa mereka masuk Islam di jantung kota Makkah, sedangkan mereka tidak teguh menjalankan agama Islam. Orang-orang  penakut  yang lari dari medan perang, dan mereka takut bertemu dengan musuh.
a.       Dari segi uslub
Pada syi’ir berikut mengandung uslub-uslub agama, dan bila ditinjau dari segi uslub balaghoh makan di puisi ingi mengandung uslub isti’arah yaitu pada kata  إن الرسولله يستضاء به .
b.      Dari segi makna
Pada puisi ini terdapat makna keagamaan, yaitu anjuran untuk bertaqwa kepada Allah SWT.
c.       Dari segi imajinasi/ khayal
Dari segi imajinasi penyair bermaksud mendedikasikan Rasulullah sebagai seseorang yang pemberani dalam menumpas kebatilan tanpa kenal kompromi, mengingat pada waktu itu terjadi masa transisi dari masa Jahiliyah dan Islam.
C.    Puisi ciptaan Abu Tamam (penyair pada masa Abbasiyah)
السيف أصدق أنباء من الكتب في حده الحد بين الجد واللعب
بيض الصفائح لاسود الصحائف في متونهن جلاء الشك والريب
والعلم في شهب لامعة بين الخمسين لافي السبعة الشه

Artinya: pedang itu lebih benar beritanya daripada buku-buku, pada bagian batas yang diasah antara pemisah yang sungguh-sungguh dan main-main. Putihnya besi pedang bukanlah hitam kertas yang ditulis dalam satu keperluan atau perjanjian, pada tumpulnya pedang yang dapat mengungkapkan keraguan dan kebimbangan. Dan mengetahui dalam kilatan tombak yang berkilau, di sekeliling lima puluh tentara bukan pada tujuh planet yang bersinar.
a.       Dari segi uslub
Dipuisi Abu Tamam ini terdapat unsur-unsur tasybih, isti’arah, dan juga banyak terdapat muhhasinat lafdziyahseperti tibaq dan jinas.
b.      Dari segi makna
Bahwasanya sesuatu tidaklah dilihat dari luarnya saja melainkan dilihat dari dalamnya, seperti seseorang tidak dilihat dari omongannya saja akan tetapi dari tindakan dan perbuatan.
c.       Dari segi imajinasi
Bahwasanya penyair mengungkapkan bahwa pedang lebih benar dari pada buku, karena pedang bila tajam akan terlihat ketajamannya dari kilatan pedang tersebut, sedangkan buku belum tentu mengalami kebenaran, karena buku merupakan ide pikiran seseorang, bila pikirannya salah maka akan menyesatkan pembacanya.
D.    Puisi ciptaan Ahmad Syauqi (penyair pada masa modern)

قم للمعلم وفه التبجيل كاد المعلم أن يكون رسولا
أعلمت أشرف أو أجل من الذى يبني وينشى أنفاسا و عقولا
سبحانك اللهم خير معلم علمت بالقلم القرون الاولى 
Artinya: bangunlah untuk memberi penghormatan kepada guru, karena hampir guru itu menjadi rasul. Beliaulah yang mengajari aku sehingga aku menjadi orang yang terhormat agung. Siapakah yang membangun dan mendirikan jiwa dan akal? Sungguh suci engkau, ya Tuhan berilah kebaikan kepada guru yang telah mengajari aku dengan pena yang pertama kali.
a.       Dari segi uslub
Jika diperhatikan puisi Syauqi diberbagai literatur, maka selalu menggunakan satu wazan dan berqofiyah, seperti pada petikan syi’ir diatas yang terdapat pada syatar kedua selalu menggunakan qafiyah pada ujungnya.
b.      Dari segi makna
Pada syiir berikut ini penyair mengungkapkan akan pentingnya seorang guru, karena orang besar sekalipun tidak akan berjaya tanpa ada didikan seorang guru.
c.       Dari degi imajinasi
Penyair bermaksud untuk menyampaikan kepada pembaca bahwa kita wajib menghormati guru sebagaimana kita menaruh penghormatan kepada nabi Muhammad saw, menurut penyair seorang guru memiliki derajat yang sama dengan para rasul, kalau rasul menyampaikan amanat kepada umatnya maka seorang guru ikut mencerdaskan anak-anak bangsa.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Sejarah kesusastraan Arab telah mengungkapkan bahwa kebiasaan bangsa arab pada umumnya adalah senang mengumbar syi’ir, hal ini mereka anggap suatu kebiasaan yang bersifat tradisional karena dipengaruhi oleh lingkungan hidup dan kehidupan mereka serta bahasa mereka yang puitis serta lisan mereka yang fasih merupakan factor kuat untuk menolong mereka mereka dalam menggubah syi’ir.
Puisi/ syi’ir Arab tidak timbul sekaligus dalam bentuk yang sempurna, tetapi sedikit demi sedikit berkembang menuju kesempurnaan , yaitu mulai dari bentuk ungkapan kata yang besar (Mursal) menuju sajak dan dari sajak menuju syi’ir yang berbahar Ramal, kemudian menuju syi’ir yang berbahar Rajaz. Mulai fase inilah syi’ir/ puisi Arab dikatakan sempurna, dan dalam tempo yang cukup lama syi’ir tersebut berkembang menjadi susunan kasidah yang terikat dengan aturan wazan dan qafiyah.
Adapun macam-macam puisi arab adalah puisi tradisional, mutlak, dan bebas. Dan terdapat uslub, imajinasi dan makna yang berbeda-beda. Dan puisi Arab mempunyai periode-periode yang menyebabkannya menjadi suatu fenomena di negeri Arab. Masa-masa populernya puisi/syi’ir adalah pada  zaman:
a.      Zaman Jahiliyah
Pada zaman ini puisi berkisar pada persoalan-persoalan: Al-Madh (pujian), Al-Ghazal (rayuan), Al-Hijaa’ (ejekan), Al-Hikam wal Amtsaal (perumpamaan), Al-Hamaasah (semangat), Ar-Ritsaa’(bela sungkawa), Al-Fakhr (bangga), Al-Washaf (mensifati), dan Al-I’tidzar (berdalih).
b.      Zaman Permulaan Islam dan Pemerintahan Bani Umaiyah
Pada zaman ini puisi Arab digunakan pada Penyebaran ‘Aqidah Islam, hokum-hukumnya, petunjuk-petunjuknya, dan berisi anjuran untuk mengikuti ajaran-ajarannya, terutama dimasa Nabi Muhammad dan Khulafaur Roshidin. Ajakan untuk berperang dan mensifati kejadian peperangan tersebut, terutama pada peperangan Nabi dan pengepungan beberapa kota serta penaklukannya. Al-Hijaa’ (ejekan), terutama untuk mempertahankan Islam, maka penyair-penyair Islam mengejek kepada orang-orang Musyrik. Seperti halnya penyair Islam Hassaan bin Tsabit mengejek kepada bangsa Quraisy dan keluarga Nabi sendiri dari Bani Abdi Manaf, karena mereka tidak mau mengikuti ajakan Nabi Muhammad demikian juga penyair-penyair yang lain seperti Al-Huthaiah, Jariir, Al-Farasdak dan Akhtal, mereka selalu menggubah syair yang tujuannya mengejek orang-orang Arab yang kafir. Al-Madh (pujian), terutama untuk mengokohkan dasar-dasar pemerintahan Islam dan mengagungkan kedudukan para khalifah serta para pemimpin pemerintahan mereka.
c.       Zaman Pemerintahan Abbasyiah
Pada masa Abbasiyah syi’ir masih sangat popular, mereka menggunakan syiir untuk mengungkapkan keindahan, kesenian, lelucon, jenaka, senda gurau, dan bersenang-senang untuk memuaskan hawa nafsu, dan masih berkisar juga untuk tujuan rayuan dan ejekan. Pada zaman inilah terciptanya perpaduan antara puisi Arab klasik dan puisi Arab modern, sehingga makna yang terkandung sangat halus dan khayalnya juga sangat indah.
d.      Masa Pemerintahan Turki (Th. 656 H-1220 H)
Setelah menginjak masa ini, syi’ir Arab tidak mengalami kemajuan, karena disebabkan para penguasa tidak mempunyai bakat dalam bersyair, namun sebagian penyair masih bersyair guna untuk merayu dan membujuk para raja serta untuk kebutuhan hiburan semata.
e.       Masa modern (sejak masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya)
Pada zaman modern para penyair menggunakan syi’ir pada tema persoalan-persoalan yang aktuil, nasionalisme, humanism, patriotism, dan mereka juga menggunakan syi’ir dalam tema pujian, membangkitkan semangat, dan kebanggaan. Tema ejekan, bela sungkawa, dan rayuan mulai jarang digunakan.

 DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Mas’an. 1995. Ilmu Arudl dan Qawafi. Surabaya: Al-Ikhlas.
Al-Shobirin, Annas, 09 Mei 2011, Sastra Arab Luar Biasa, http://elsobirin88.multiply.com/journal/item/61?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem, di akses 04 Januari 2012.




[1] Sayyid Ahmad Al-Haasymy, Jawaahirul-Adab, Juz II, Daarul-Fikri, cet. Ke-26, Mesir, 1965, Hal. 24
[2] Ahmad Hasan Az-Zayyaat, Op. cet, Hal. 29.